Seperti biasa, saya menjalani rutinitas setiap minggu di sebuah perusahaan yang bertempat di Provinsi Kaltim. Masuk pagi jam 7, lalu istirahat jam 12 siang dan pulang jam 4 sore. Berbeda dengan hari2 sebelumnya, hari ini terasa fresh kembali setelah melewati libur selama 3 hari di Samarinda. Menjelang hari terakhir saya akan bekerja di tempat ini, maka saya pun memfokuskan diri untuk menyelesaikan laporan akhir saya sebagai pertanggung jawaban saya selama melaksanakan CEdu di perusahaan ini.
Menjelang waktu istirahat, perhatian saya beralih pada sekurumunan orang yang berkunpul di papan pengumuman tepat di depan pos seckuriti. Karena penasaran saya pun mencoba untuk mengetahuinya. Ternyata pengumuman hasil tes PT (pegawai tetap) untuk perusahaan tersebut. Lebih khusus lagi pengumuman itu baru sebatas pelamar yang dinyatakan lulus persyaratan berkas yang disyaratkan dan akan menjalankan tes selanjutnya. Dari pengetahuan saya sebelumnya, penjaringan PT ini diprioritaskan buat pekerja Out Sourcing yang ada diperusahaan tersebut dan lembaran pengumuman penjaringan di usahakan untuk tidak disebarkan keluar dari perusahaan. Peluang ini pun tidak dilepaskan begitu saja oleh pekerja Out Sourcing yang ada. Dan berdasarkan informasi dari salah satu Pekerja Out Sourcing yang saya dengar, ada ratusan berkas dimasukkan dan hanya 5 orang yang akan diangkat menjadi PT di perusahaan ini.
Terlepas dari jumlah pelamar, PT yang akan diterima dan money politic yang bisa saja ada, saya lebih tertarik memperhatikan latar belakang orang-orang yang dinyatakan lulus dalam persyaratan berkas, karena dari awal pengumuman penjaringan jujur saya sudah pesimis kepada mereka yang tidak punya hubungan yang lebih dekat dengan ” orang dalam”. Kecurigaan saya semakin terjawab ketika melihat adanya ketidakpuasan dari salah seorang karyawan yang merasa tidak adil ketika sudah melihat papan pengumuman. Karyawan tersebut merasa ada orang yang dinyatakan lulus tes berkas sebenarnya tidak layak masuk karena dinilai tidak memenuhi persyaratannya yang ada. Dan kebetulan dia mengenal dengan orang tersebut. Dan orang tersebut memang mempunyai hubungan yang sedikit lebih dekat dengan PT lama lainya. Saya hanya bisa tertawa dalam hati dan tersenyum. Inilah kenyataan yang perlu diterima.
Saya bisa merasakan apa yang dirasakan oleh karyawan yang kecewa itu. Saya pernah merasakannya pada saat masih dibangku sekolah menengah umum (SMU), ketika saya mencoba mengajukan permohonan beasiswa untuk siswa berprestasi. Lagi-lagi ”keluarganisme” mengalahkan segalanya. Prestasi dan keahlian bukan lagi prioritas untuk digunakembangkan selain akhlak yang baik untuk sebuah kemajuan. Jika dilihat ke belakang, ada berapa banyak siswa maupun mahasiswa yang mempunyai keahlian dan prestasi yang baik bahkan telah mengharumkan nama negara di tingkat internasional kurang mendapatkan perhatian. Sehingga tidak heran ketika mereka memilih untuk mengabdi di negara lain yang lebih membutuhkan dan memperhatikan mereka.
Ngak usah melihat terlalu jauh, marilah kita bercermin dengan negara tetangga kita Malaysia. Terlepas dari konflik yang mereka sering timbulkan kebelakangan ini terhadap negara kita, marilah kita melihat kemajuan yang mereka capai saat ini. Malaysia yang dulunya banyak belajar di negara kita kini lebih maju di bandingkan negara kita di beberapa sektor. Menurut pengalaman saya menuntut pendidikan di sana, mereka sangat menjunjung tinggi kepada mereka yang berprestasi dan mempunyai keahlian dibidang tertentu tanpa melihat siapa mereka. Bukan berarti negara kita tidak melakukan demikian, tetapi perhatian negara tetangga tersebut lebih tinggi daripada negara kita dalam hal ini. Semangat untuk meningkatkan kemampuan diri serta mengukir prestasi setinggi-tingginya selalu tertanam dalam diri demi bersaing dengan siswa lainnya. Hal ini tentu didasarkan dengan adanya perhatian yang lebih dari pemerintah kepada mereka yang berprestasi di negara tersebut. Itu jika dilihat dari cakupan luas berupa negara dan tentu akan lebih baik ketika hal ini juga dilakukan pada suatu instansi maupun perusahaan.
Disisi lain tidak sedikit keluarga miskin melahirkan pelajar-pelajar yang berprestasi, namun tidak dapat melanjutkan pendidikan karena keterbatasan biaya. Alangkah besarnya dampak yang akan ditimbulkan ketika pelajar-pelajar ini disekolahkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi lalu dimanfaatkan untuk sebuah pembangunan sesuai dengan keahlian masing-masing ketimbang memanfaatkan orang yang notabene mempunyai hubungan erat dan tidak mempunyai keahlian dibidang tersebut.
Dalam kasus PT di atas, tidak ada salahnya mengambil orang yang mempunyai hubungan yang erat dengan kita, tetapi perlu dipertimbangkan apakah mereka sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan bidang pekerjaan tersebut karena ini akan mempengaruhi kinerjanya yang akan datang dan kemajuan instansi maupun perusahaan itu sendiri. Jika disuruh memilih antara mereka yang mempunyai hubungan erat dengan kita dan mempunyai keahlian dibidang yang kita inginkan, dengan mereka yang mempunyai hubungan erat dengan kita dan tidak mempunyai keahlian dibidang yang kita inginkan, maka saya yakin demi kemajuan anda pasti memilih mereka yang mempunyai hubungan erat dengan kita dan mempunyai keahlian dibidang yang kita inginkan. Namun jika disuruh memilih mereka yang mempunyai hubungan erat dengan kita dan tidak mempunyai keahlian dibidang yang kita inginkan, dengan mereka yang tidak mempunyai hubungan erat dengan kita serta memiliki keahlian yang kita inginkan, saya rasa tidak keterlaluan ketika memilih mereka yang tidak mempunyai hubungan erat dengan kita serta memiliki keahlian yang kita inginkan demi sebuah kemajuan walau mereka keluarga sekalipun.
Semoga ini bermanfaat..
Salam..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment